Sabtu, 27 Juli 2013

Fall Anime 2013: DIABOLIK LOVERS





Ada yang udah tau tentang anime ini? Mungkin kebanyakan belum, karena anime ini baru akan rilis bulan Oktober ini.
Sedikit penjelasan tentang anime Diabolik Lovers (ディアボリックラヴァーズ, Diaborikku Ravāzu):
Anime ini adalah adaptasi dari sebuah Otome Game yang berjudul sama, Diabolik Lovers. Namun, game DiaLover (biasa disingkat seperti itu) ini ada 2 macam, yaitu:
1. Diabolik Lovers ~Haunted Dark Bridal~
    download
2. Diabolik Lovers More Blood

Anime ini menceritakan seorang gadis bernama Komori Yui yang tinggal bersama ayahnya yang menjadi pemilik sebuah gereja yang tiba-tiba dipaksa tinggal bersama 6 orang laki-laki misterius. Lebih terkejutnya lagi, 6 orang bersaudara itu adalah vampir! 6 pemuda bersaudara itu terdiri atas: Sakamaki Shuu, Sakamaki Reiji, Sakamaki Ayato, Sakamari, Kanato, Sakamaki Raito (Laito), dan Sakamaki Subaru.
Semenjak tinggal dengan mereka, hidup Yui berubah 180 derajat!
Dia yang dulunya hanya anak sekolah biasa yang hari-harinya selalu damai, kini menjadi incaran para vampir tersebut. Mereka hampir selalu menghisap darah gadis tersebut setiap hari.
Tapi, sedikit demi sedikit, Yui mulai mencoba untuk menghilangkan ketakutannya. Dan dia belajar banyak hal yang tidak dia duga!

Character:

1. Komori Yui


    CV: Rie Suegara

Sakamaki Brothers

1. Sakamaki Shuu

    
    CV: Toriumi Kousuke
    Drama CD: download
    Translation: link

2. Sakamaki Reiji


    CV: katsuyuki Konishi
    Drama CD: download
    Translation: link 

3. Sakamaki Ayato


    CV: Midorikawa Hikaru
    Drama CD: download
    Translation: link

4. Sakamaki Kanato


    CV: Kaji Yuuki
    Drama CD: download
    Translation: link

5. Sakamaki Raito (Laito)


    CV: Hirakawa Daisuke
    Drama CD: download
    Translation: link

6. Sakamaki Subaru

  
    CV: Kondo Takashi
    Drama CD: download
    Translation: link

Mukami Brothers (DiaLover More Blood)

1. Mukami Ruki


   CV: Sakurai Takahiro

2. Mukami Kou


    CV: Kimura Ryohei

3. Mukami Yuuma


    CV: Suzuki Tatsuhisa

4. Mukami Azusa


    CV: Kishio Daisuke

Bagi yang penasaran, sementara ini download game-nya atau download Drama CD-nya aja dulu~ XD

Jumat, 01 Maret 2013

Puisi ( IKATAN PERSAHABATAN )


IKATAN PERSAHABATAN

oleh: Intan Listyaning Putri

Bagai cahaya di dalam malam
Bersinar secerah sang surya
Kalian tiga orang tak terduga
Pengisi kekosongan hati dan jiwa

Gelak tawa yang kalian sebarkan
Seulas garis lengkung di bibir kalian
Cukup mengusir kesendirian

Adu mulut dan adu pendapat
Membuat ikatan kita semakin erat

Dengan bersama
Tak pernah muncul setetes air mata

Bersama, kita mengelilingi bumi
Dengan tangan saling menggapai

Tak perdulikan badai yang menghadang
Kita tetap berpegangan tangan

Meraih angan-angan tertinggi
Walau itu di puncak langit
Walau itu di pusat bumi
  
 Ketika telah melambaikan tangan satu sama lain
Kita tetap berlari
 Berlari dan berlari
Di jalan masing-masing

Jika esok hari
Kita bertatap muka kembali
Kita kaitkan jari
Kembali seperti dulu lagi

Tak akan menghilangkan memori ini
Tak akan menghilangkan janji ini
Ku yakin dari dalam lubuk hati

Kita kan terus terikat selamanya
Hingga akhir ku menutup mata

Cerpen 2


ASA BIRU

Oleh: Intan Listyaning Putri

          Hai semua! Perkenalkan namaku Allisa, panggil saja Lisa. Aku seorang siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Ngawi. Sekolah paling populer di daerah ku dan tempat siswa-siswa pandai menimba ilmu. Hari ini adalah minggu kedua liburan semester. Tentu saja aku sangat senang! Apalagi di SMP ku jarang sekali ada kata libur. Rencananya hari ini aku akan bersepeda mengelilingi kota Ngawi bersama ketiga sahabatku, Lily, Sara, dan Mira.
          Aku mengayuh sepedaku ke rumah Sara. Kami akan berkumpul di sana dahulu sebelum memulai bersepeda. Di sepanjang jalan aku melihat beberapa anak sedang melakukan olahraga seperti lari pagi, senam, dan lainnya.
          “Lisa kau terlambat” Sara mengejekku. Disampingnya sudah ada Lily dan Mira.
          “Maaf, aku malas ngebut” kami yang saling mengejek seperti ini memang biasa. Jadi tidak ada yang merasa sakit hati atau semacamnya, karena kami tahu itu semua hanya bercanda.
          “Ayo kita mulai, mumpung masih pagi” Lily menaiki sepedanya, begitu juga Mira.
          Kami memulai acara bersepeda kami. Udara pagi begitu sejuk menyentuh kulit menambah semangat kami. Di sepanjang jalan kami bersenda gurau, juga tak lupa menyapa beberapa orang yang kebetulan sedang melakukan aktifitas mereka di luar rumah.
          “Hei, kalian tau Dika kan?” Sara bertanya.
          “Ya, siswa yang mendapat peringkat satu se-sekolah saat ulangan semester kan? Memang kenapa dengannya?” Mira menjawab lebih dahulu.
          “Ah tidak, hanya saja dia benar-benar pandai! Bayangkan saja, dia mendapatkan nilai seratus di mata pelajaran matematika dan bahasa Indonesia” Sara memelankan laju sepedanya.
          “Betul! Padahal dia termasuk anak kurang mampu” aku ikut dalam pembicaraan.
          “Pendidikan di Indonesia jaman sekarang berbeda. Sekarang banyak anak kurang mampu yang mempunyai kepintaran yang luar biasa. Sedangkan jarang ada anak yang orang tuanya bergaji tinggi mempunyai kepintaran yang lebih” Lily juga bicara.
          “Ya, tapi aku akan tetap berusaha menyainginya!” aku berseru.
          “Kami juga! Uwaa!” karena terlalu bersemangat Sara lupa jika dia sedang mengendarai sepeda. Hampir saja dia menabrak pagar sebuah rumah.
          “Sebelum itu, perbaiki dulu sifatmu!” aku sedikit mengejeknya
          Kami terus melanjutkan acara bersepeda kami hingga tiba di sebuah perempatan. Kami beristirahat sejenak di sebuah toko.
          “Melelahkan sekali” Mira menyeka peluh di dahinya.
          “Tapi benar-benar asyik” Lily berkata.
          “Mau permen kak?” tiba-tiba seorang anak laki-laki sekitar umur 10 tahun menghampiri kami bermaksud menjajakan jualannya.
          Rambutnya ikal dan jarang disisir, matanya terlihat sayu dan bajunya juga kusut. Ku tatap anak itu untuk beberapa saat. Hatiku tersentuh melihat anak ini.
          “Kamu masih sekolah dik?” Lily bertanya padanya.
          “Aku hanya sekolah sampai kelas dua SD kak, keluargaku sudah tidak mampu lagi untuk membiayaiku bersekolah” anak itu berbicara dengan nada tenang, seakan sudah tahu kondisi yang dialaminya.
          “Mira, apa kau juga merasakannya?” aku berbisik kepada Mira yang ada di sampingku.
          “Ya, ingin rasanya aku membantu anak ini” Mira menjawab dengan berbisik kepadaku.
          Setelah itu aku menatap Lily dan Sara. Mereka membalas tatapanku dengan tatapan yang seakan berkata ‘ayo kita bantu anak ini’. Aku pun mengangguk menanggapi tatapan mereka.
          “Siapa namamu dik?” aku bertanya kepada anak tadi.
          “Banu, kak” jawabnya.
          “Apa kamu punya teman lain disini?” tanya Mira.
          “Ya, tapi tidak banyak kak, hanya lima orang” dia menjawab.
          “Banu, apa kamu dan teman-temanmu ingin bersekolah?” Sara bertanya.
          “Ingin sekali kak!” jawabnya mantap.
          Sara menatapku, Lily, dan Mira bergantian. Kami hanya mengangguk menanggapi tatapannya.
          “Kalau begitu, dua hari lagi datanglah ke gudang besar yang ada di dekat pasar bersama teman-temanmu, kami akan memberikan sesuatu” Sara menyentuh pundak Banu.
          “Ya kak, kalau begitu aku akan kembali berjualan” Banu kembali ke perempatan di mana biasanya dia berjualan.
          Aku menatap Banu yang sedang menjajakan dagangannya. Dia benar-benar anak yang sabar dan kuat.
          “Seharusnya pemerintah memberikan pendidikan gratis bagi anak seperti Banu” kataku.
          “Ya, memang seharusnya begitu” sahut Mira.
          “Jadi, darimana kita akan memulai” Sara menatapku.
          “Kita cari dulu buku-buku kita yang sudah tidak terpakai di rumah” aku berkata.
          “Lalu kita kumpulkan dan bagikan kepada mereka” Lily menambahi.
          “Bagaimana kalau kita juga mengajar mereka, seperti sekolah gratis” Mira memberi usul yang langsung kami setujui. Lebih baik melakukan hal yang berguna bagi orang lain saat liburan seperti ini, daripada berdiam diri di rumah kan?
          “Baiklah, kita berkumpul dua hari lagi ya?” Sara menaiki sepedanya.
          “Ya”.
          Pembicaraan itu mengakhiri acara bersepeda kami. Aku mengayuh sepedaku menuju ke rumah dengan kecepatan sedang.
          “Assalamualaikum...” kataku ketika sampai rumah.
          “Waalaikumsalam, bagaimana acara bersepeda kalian tadi?” ibu bertanya padaku ketika aku masuk rumah.
          “Menyenangkan, oh ya bu, semua bukuku yang sudah tak terpakai ada dimana?” aku bertanya.
          “Ada di gudang, memang kenapa?” ibu balas bertanya.
          “Aku ingin memberikannya pada anak kurang mampu” ibu hanya tersenyum menanggapi perkataanku barusan.
          Aku berjalan menuju gudang. Ternyata benar, semua bukuku mulai dari SD hingga SMP kelas satu ada di sini. Aku memilih buku-buku yang masih layak pakai. Yap! Akhirnya aku mendapatkan lebih dari tujuh buku untuk kuberikan. Kumasukkan semua buku itu ke dalam kardus yang telah aku siapkan sebelumnya. Setelah itu kutaruh kardus tadi di bawah meja ruang keluarga. Tak sabar rasanya ingin segera membagikan buku-buku tersebut.
          2 hari kemudian.....
          Akhirnya hari yang kutunggu datang!! Segera kukayuh sepeda ku ke rumah Sara dan juga tak lupa kubawa kardus yang telah kusiapkan dua hari yang lalu.
          “Lisa, cepat!” Sara melambaikan tangannya. Kupercepat kayuhanku menuju ke arahnya.
          “Ayo kita berangkat!” Sara mulai mengayuh sepedanya. Aku, Mira, dan Lily mengikutinya dari belakang.
          Kami bersepeda menuju tempat yang di janjikan. Kebahagiaan terpancar dari wajah kami semua, padahal kami belum melakukan apapun. Tak sampai lima belas menit kami sudah sampai di gudang tempat ayah Sara bekerja. Untung ketika hari libur tempat itu tidak digunakan.
          “Akhirnya sampai” aku melihat sekitar. Kelihatannya Banu dan teman-temannya belum datang. Sambil menunggu kedatangan Banu kami menata tempat yang akan digunakan nanti.
          Tak lama kemudian yang kami tunggu akhirnya datang. Banu dan teman-temannya terlihat sangat bersemangat. Andaikan semua anak Indonesia selalu berangkat ke sekolah dengan bersemangat seperti ini.
          “Karena semua sudah datang, sekarang duduk yang rapi” Sara berkata seperti guru profesional.
          “Ya” semua anak menurut dan duduk di bangku yang tadi kami siapkan. Walau perlengkapan yang ada tidak terlalu banyak, mereka tak memperdulikannya. Mereka bersikap seolah mereka benar-benar sekolah. Pemandangan ini benar-benar membuat hatiku senang.
          Setelah mereka duduk, aku dan Lily mulai membagikan buku yang kami kumpulkan kemarin. Mereka terlihat senang menerima buku dari kami. Itu terlihat saat mereka langsung membuka dan membacanya.
          “Mira, kini giliranmu” aku berkata pada Mira. Mira langsung mengerti dan mulai menjelaskan beberapa hal di papan tulis yang juga kami temukan di gudang ini tadi.
          “Mereka benar-benar bersemangat” Lily menghampiriku.
          “Ya, seharusnya seperti itulah generasi muda Indonesia” kataku.
          “Memang sekarang banyak anak menganggap pendidikan itu hal mudah, padahal kebalikannya” Sara juga menghampiriku.
          “Yang mereka utamakan hanyalah kesenangan untuk saat ini saja, bukan kesenangan untuk masa depan” aku menatap Sara.
          “Bagaimana kalau kita buka sekolah gratis seminggu sekali?” Lily memberi usul.
          “Kelihatannya menarik” sahut Sara.
          “Ide bagus” aku mengacungkan jempol.
          Sejak saat itulah kami membuka sekolah gratis untuk anak tidak mampu. Berkat bantuan dari teman-teman sekelas dan dorongan dari orang tua, kami makin semangat mengajar anak-anak itu. Kini hari liburku tidak terbuang sia-sia.
          Hari berikutnya terjadilah peristiwa diluar dugaan kami. Gudang tempat kami belajar terbakar. Kami semua menatap gudang itu dengan penuh tanda tanya. Kesedihan terpancar pada wajah Banu dan teman-temannya. Mengapa impian untuk menempuh pendidikan hanya sebatas impian?

Batik dengan CorelDRAW


Hasil karya menggunakan CorelDRAW saat serius untuk pertama kalinya, entah ini bisa dikategorikan batik atau tidak. Memang kelihatannya sulit jika hanya melihat dari banyaknya pola, tapi sebenarnya mudah! Tinggal memakai efek-efek pewarnaan yang ada di properties, maka jadilah karya kita seperti dewa!

Cerpen 1



SAHABAT EMPAT NEGARA

Oleh: Intan Listyaning Putri

Yumi Vhira Ariani, itulah nama lengkapku. Nama yang aneh bukan? Tapi itu yang membuatku sedikit menonjol dari anak-anak lain. Ayahku adalah orang Indonesia sedangkan ibuku adalah orang Jepang. Itu sebabnya namaku agak terasa aneh didengar.
       Aku adalah seorang siswa baru dari ‘Blue International High School’ di Jakarta. Sekolah yang paling populer. Bukannya sombong, ayahku adalah seorang kepala direktur dari sebuah perusahaan yang cukup sukses sedangkan ibuku mempunyai sebuah butik di tengah-tengah kota Jakarta yang banyak dibanjiri pembeli. Itulah alasan kenapa aku bisa masuk sekolah populer itu.
            Ini adalah hari pertamaku masuk sekolah. Walau banyak sekali kejadian memalukan yang tak pantas kuceritakan sewaktu dirumah, seperti ketika adik laki-lakiku, Kyousuke Rizky Pradana, yang sembarangan masuk kamarku dan menarikku dari dalam selimut, hingga ketika aku hampir tersedak nasi goreng saat sarapan, aku akhirnya dapat sampai ke sekolah impianku ini.
            Suasana ketika masuk ke sekolah tersebut sangat berbeda dari sekolah lain. Suasananya tenang dan tertib. Tidak ada siswa yang berlarian di halaman sekolah. Semua siswa hanya duduk-duduk di bangku taman sambil bercanda gurau atau sambil membaca buku. Siswa yang ada di sini pun berbeda dengan siswa di sekolah lain. Rata-rata siswa disini berambut pirang atau berwarna lain. Maklum, ini adalah sekolah bertaraf Internasional. Banyak siswa di sini yang berasal dari luar negeri. Setelah puas mengamati sekitar, aku mengedarkan pandangan mencari pengumuman pembagian kelas.
            “Ketemu!” aku segera berlari menuju papan pengumuman yang ada di depan pintu masuk utama. Butuh usaha ekstra untuk mencari namaku di papan pengumuman yang diserbu banyak murid baru.
            “X-C, X-C,” aku menyusuri lorong sekolah untuk mencari kelasku. Aku juga baru ingat jika aku tidak punya teman di sini. Bodohnya aku!
            Setelah mencari beberapa lama, akhirnya kutemukan kelas yang kucari. Langkahku terhenti ketika di pintu masuk. Ada satu pertanyaan terngiang di kepalaku. Apa aku akan dapat teman?
            “Ah! Apa yang kupikirkan? Aku pasti dapat teman!”
            Aku melangkahkan kakiku masuk ke kelas. Ternyata sudah banyak juga siswa yang masuk. Tampak sebagian dari mereka adalah orang luar negeri. Aku menenangkan diri sejenak dan berjalan menuju bangku pojok kiri.
            Kuletakkan tas oranyeku dan duduk di sana. Mengamati siswa lain yang akan menjadi teman sekelasku hingga tiga tahun mendatang. Tak lama, pandanganku tertuju pada siswa berambut pirang dengan bandana ungu yang baru masuk. Dia memilih tempat duduk tepat di sebelahku.
            “Hi!” aku mencoba menyapanya.
            “Hi!” dia menjawab. Aku benar-benar tidak menduganya. Kukira dia akan menganggapku sok kenal.
            “What’s your name?” aku mendorong kursiku ke mejanya, agar kami lebih enak mengobrol.
            “Aira, Aira Keith. You?” ah, jadi namanya Aira. Cukup bagus juga.
            “Yumi Vhira Ariani, just call me Yumi,” aku harap dia tidak menganggap aneh namaku.
            “It’s a funny name, haha,” kelihatannya harapanku tidak terkabul. Lihat saja, dia kini sedang berusaha menahan tawanya di depanku.
            “It’s not funny!” aku menggembungkan kedua pipiku dengan bibir mengerucut. Itu adalah tanda jika aku marah.
            “Haha, sorry,” Aira menghapus air matanya yang ada di ujung mata. Mungkin karena menahan tawa tadi.
            BUKK!
            Suara tas yang setengah dibanting berhasil mengalihkan pandanganku dan Aira hampir bersamaan. Mata kami tertuju pada seorang gadis berambut hitam kebiruan, warna yang lumayan asing untuk orang Indonesia. Gadis itu duduk tepat di depanku. Sepertinya dia termasuk tipe orang pendiam.
            “Hi, my name is Aira, what’s your?” perkataan Aira membuyarkan lamunanku tentang sisi buruk gadis itu.
            “Kana Masaki. Just call me Kana.”
Hei, ternyata gadis itu tidak sependiam penampilannya. Kurasa aku harus menghapus pikiran kotorku tentangnya tadi.
            “I’m Yumi Vhira Ariyani, just call me Yumi. Kana? Are you from Japan?” aku bertanya lebih jelas padanya. Aku berharap dia akan menjawab dengan kata ‘yes’ ataupun ‘yeah’ dengan begitu aku akan punya teman yang setidaknya bisa berbahasa Jepang. Dulu ketika berumur 1 sampai 8 tahun aku memang tinggal di Jepang maka tidak heran bahasa Jepangku terdengar cukup fasih.
            “Yeah, I came from Japan. Yoroushiku!” Kana membungkukkan badannya. Benar-benar orang Jepang asli.
            “Yokatta! Yoroushiku Kana-chan!” aku ikut membungkukkan badan. Rasanya tidak enak jika aku tidak membalasnya.
            “Eh? Yumi, you can speak Japanese?” Kana sedikit heran denganku.
            “Yeah, watashi wa Nippon de umare, made toshi made soko ni sunde ita,” aku membalasnya tanpa ragu. Di dalam lubuk hatiku aku sangat senang bisa berbicara menggunakan bahasa Jepang lagi diluar rumah.
            “Souka,” Kana tersenyum simpul menanggapi perkataanku.
            “Yumi, Kana!” suara Aira terdengar jelas, membuat kami berdua menatap ke arahnya yang sedang menunjukkan ekspresi bingung, “Sorry, I don’t know what do you mean.”
            Astaga! Aku hampir lupa! Aira kan tidak bisa berbicara bahasa Jepang! Kenapa aku bisa melupakan hal ini?
            “Ah, sorry! That’s mean, I born in the Japan and life there for 8 years,” aku menjelaskan pada Aira, sampai akhirnya Aira menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia mengerti.
            “Potrei stare qui?”
            Suara yang terdengar asing menghentikan aktivitas mengobrol kami bertiga. Aku mendongakkan kepalaku. Terlihat gadis berambut pirang sebahu sedang menatap kami dengan tersenyum.
            “Naturalmente,” Aira tiba-tiba menjawab.
            “Grazie!” gadis itu tersenyum manis dan duduk di bangku depan Aira. Aku penasaran apa yang mereka bicarakan tadi. Aku yakin dia bicara menggunakan bahasa Italia, walau sebenarnya aku tidak paham, tapi setidaknya aku tahu. Entah kenapa aku juga berpikir jika bahasa Jepang, Indonesia, dan Inggris lebih mudah dari bahasa Italia, mungkin karena aku jarang mendengarnya.
            “Aira, and......,” aku memotong ucapanku.
            “Yuki. Yuki Aldena,” ah, ternyata nama gadis itu Yuki. Lumayan bagus juga.
            “Aira and Yuki, what do you talk about? I and Kana don’t understand,” aku memandang Kana untuk memastikan dan Kana menjawab dengan sebuah anggukan kecil.
            “Sorry, Yuki ask to us, is she may to sit in front of me,” Aira menjelaskan.
            “So-sorry, I’m from Italy and cann’t speak english well,” Yuki tampak malu-malu mengatakan kekurangannya.
            “It’s okay,” Kana menjawab dengan logat yang lumayan aneh didengar.
            Kami bercakap-cakap sebentar. Dari situlah aku tahu bahwa kami berempat mempunyai kekurangan masing-masing. Aku hanya paham bahasa Indonesia, Inggris, dan Jepang, tapi tidak paham bahasa Italia sama sekali. Kana hanya bisa berbahasa Jepang, dan kurang fasih dan paham bahasa Inggris, Indonesia dan Italia. Aira hanya bisa bahasa Inggris dan Italia. Sedangkan Yuki hanya bisa bicara bahasa Italia.
            Setelah merundingkan beberapa lama, bagaimana caranya agar kami bisa memahami satu sama lain. Akhirnya kami memutuskan untuk mengajari bahasa kami masing-masing. Jadi tidak akan ada lagi salah paham atau ada yang tidak mengerti.
******
            Tak terasa sudah sebulan aku mengenal tiga orang sahabatku itu. Juga telah sebulan lamanya aku belajar bahasa bersama mereka. Walau banyak kejadian lucu bahkan perselisihan saat kami belajar, semua usaha itu membawa hasil, buktinya.........
            “Good morning!”
            “Selamat pagi!”
            “Ohayou!”
            “Buona mattina!”
            Kami sekarang sudah menguasai empat bahasa dan mahir mengucapkannya. Yuki yang menyapa kami dahulu, diikuti oleh Yumi, Aira, dan yang terakhir adalah aku. Kalian pasti tidak menyangka.
            Tahukah kalian? Sahabat tidaklah harus berasal dari satu suku, daerah, atau bahkan negara yang sama. Sahabat mungkin muncul secara tidak terduga. Kita baru sadar di saat mereka ada di samping kita dan mendengar keluh kesah yang kita ceritakan. Aku berjanji dalam diriku sendiri, akan menjaga persabatan kami berempat. Walau kami tidak tahu sampai kapan kami akan bersama.
......*END*.....